Tuesday, May 28, 2019
Memasyarakatkan Alkitab atau meng(al)kitabkan masyarakat? :: essays research papers
Memasyarakatkan Alkitab atau meng(al)kitabkan masyarakat?Tantangan dan Kesempatan bagi metode BGA dalam konteks kelisanan dan keberaksaraanMakalah ini disajikan dalam salah satu sesi dalam pelatihan Tim Pelayanan Proyek Philadelphia (TP3) padenosine deaminase tanggal 26 Juli 2004, di Wisma Anugerah, Cisarua, Bogor.PengantarMakalah ini merupakan bentuk konkretisasi dari refleksi saya berdasarkan berbagai pergumulan berteologi serta pengalaman melayani dalam pembinaan BGA serta berdasarkan karya sehari-hari sebagai anggota staf penerbitan Yayasan PPA. Sebelumnya saya pernah menyusun dan menyajikan beberapa renungan dan makalah yang telah saya sajikan dalam berbagai pertemuan internal PPA. Perkembangan serta perubahan pemikiran saya setelah saat-saat tersebut kini tertuang dalam makalah ini.Melalui judul dari makalah ini, saya ingin menunjukkan bahwa masih ada beberapa kebijakan, pemikiran, dasar ideologis-teologis dll. yang berkaitan dengan metode BGA, yang masih perlu diperjelas. Jud ul dari makalah ini menyiratkan salah satu dari beberapa pilihan yang harus diambil memasyarakatkan Alkitab atau justru meng(al)kitabkan masyarakat. Tujuan makalah ini adalah untuk mengajak kita memikirkan pertanyaan-pertanyaan seperti ini, serta pendapat saya tentang jawaban-jawabannya bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut.Mencari udang di balik batu Konteks keberaksaraan, kelisanan, dan kemajemukan media dalam gaya hidup orang IndonesiaAda banyak istilah yang digunakan orang untuk menjelaskan kemampuan seseorang untuk membaca dan menulis. Ada yang menggunakan istilah melek huruf, keaksaraan, keberaksaraan dll. Dalam makalah ini, saya akan menggunakan istilah keberaksaraan untuk menunjuk kondisi masyarakat yang secara umum didasarkan pada kemampuan membaca dan menulis, dan melek huruf untuk kondisi seseorang. Untuk kondisi seseorang yang tidak mampu membaca dan menulis saya menggunakan istilah buta huruf, sementara kelisanan menunjuk kepada kondisi masyarakat yang lebih didominasi ol eh ujaran verbal ketimbang teks tertulis. Saya juga ingin memperjelas makna dari satu istilah yang saya gunakan dalam makalah ini. Mengikuti definisi yang digunakan oleh UNESCO, buku atau kitab adalah bahan cetak yang terdiri dari 49 halaman atau lebih, tidak termasuk halaman sampulnya.Menurut Susenas/Statistik Pendidikan, proporsi penduduk buta huruf usia 10 tahun ke atas adalah sebagai berikut Jenis KelaminKotaDesaKota dan DesaPria3.7610.327.52Wanita9.4420.1715.54Pria dan Wanita6.6315.5311.55Beda Wanita Pria5.689.858.02Angka ini bisa kita bandingkan dengan tabel keberaksaraan penduduk dunia menurut wilayahnya yang ada di bawah ini. Secara sekilas, kelihatannya taraf keberaksaraan penduduk Indonesia, termasuk umat Kristen di dalamnya, telah mencapai angka yang cukup menggembirakan. Kita dapat mengandaikan bahwa penduduk Indonesia beragama Kristen (yang pada tahun 2000, demikian menurut LP3ES, berjumlah 17.954.977 jiwa atau 8,92% dari keseluruhan jumlah penduduk ) juga memiliki pers entase keberaksaraan yang kurang lebih sama dengan komponen penduduk Indonesia lainnya. Bila angka-angka ini benar, maka kelihatannya tersedia ladang yang cukup besar bagi pelayanan pencetakan Alkitab serta literatur penyertanya (sekitar 15 juta jiwa orang Kristen yang dikategorikan tidak buta huruf).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.